Saturday, February 18, 2012

Beautiful Madinah (4)

1322162281790961414
Madinah doc ust Mrf

Saat pergantian musim dari musim dingin ke musim panas, pada waktu-waktu tertentu di Madinah terjadi badai pasir. Badai pasir adalah badai angin yang keras sekali dan mengandung  pasir  sehingga kita harus berhati-hati agar tidak masuk ke mata. Saking kerasnya tiupan angin bercampur pasir ini, jendela dan pintu yang tertutup rapat masih berbunyi berderak-derak menahan hembusan angin yang kuat menderu. Pasir yang berwarna merah terkadang masuk juga lewat celah jendela atau bagian bawah pintu. Ketika badai pasir, dilarang keras membuka pintu atau jendela karena dengan segera hembusan angin berdebu yang teramat kuat akan masuk dengan derasnya. Syukurlah, biasanya badai ini tidak berlangsung lama.

Iklim sehari-hari adalah kering. Tetapi pernah sekali waktu, di suatu sore yang indah, Madinah kedatangan tamu yang tidak biasa. Hujan. Hujan memang terhitung sangat jarang menghampiri. Bisa-bisa setahun hanya sekali atau dua kali. Hujan di sore itu, meski tidak lama tetapi cukup menyegarkan Madinah. Serasa berada di tanah air ketika saya mendapati titik-titik air itu membasahi tanah Madinah.

Iklim padang pasir memang kental mewarnai keseharian di Madinah. Apabila di musim panas, suhu yang tinggi dengan tingkat kelembaban yang rendah cukup ”memanggang” kita, maka aktivitas keseharian tidak bisa lepas dari adanya pendingin ruangan (AC). Sebaliknya, apabila musim dingin harus berakrab ria dengan berlapis-lapis baju hangat. Terkadang apabila mampu, menggunakan penghangat ruangan. Oleh karena itu, tak terbayangkan oleh saya betapa besar ketergantungan warga Saudi secara umum pada listrik. Karena sekali saja tidak merasakan AC kala musim panas sedang garang-garangnya, memang terasa cukup menyiksa. Bahkan kipas anginpun belum cukup mengusir hawa panas yang meraja. Bersyukurlan penduduk Indonesia yang masih dapat merasakan  suhu yang cukup bersahabat meski tidak menggunakan peralatan pendukung.

Selain cuaca, hal yang menarik lainnya adalah masalah transportasi. Seperti diketahui bersama, perilaku pengendara mobil secara umum di Saudi tergolong cukup parah. Hal yang saya jumpai di Jedah cukup membuktikan hal itu. Mobil-mobil keluaran terbaru dengan model mutakhir yang berlalu lalang di Jedah sering terlihat tidak mulus. Di Madinah, hal ini tidak terlalu menonjol karena mobil yang lalu lalang memang tidak semewah mobil-mobil di Jedah. Akan tetapi, ada saja hal-hal yang menggelikan bagi saya ketika menumpang kendaraan. Biasanya kami menghentikan dan menumpang mobil yang lewat untuk diantarkan ke tempat yang dituju dengan imbalan beberapa real, tergantung jauh-dekatnya jarak yang ditempuh. Tidak sulit untuk mencari mobil, karena memang banyak warga Saudi yang sengaja menyewakan mobilnya sebagai tumpangan. Mungkin kalau di Indonesia bisa diistilahkan sebagai “taksi gelap”. Mobil yang kami tumpangi pun beraneka ragam. Terkadang kami bisa mendapatkan mobil yang cukup bagus dengan pengendara yang tergolong “gaya”. Tapi pernah juga kami harus menumpang mobil yang terkategorikan “butut”. Mesin mobil menggerung dengan penampilan fisik yang mengibakan. Jendela bagian belakang dari mobil itu sudah bolong dan hanya dilapisi plastik bening sebagai pengganti kaca.
132216257848930923
salah satu sudut madinah by Iq

Meski pada umumnya warga Saudi dan negara  timur tengah lainnya yang tinggal di Madinah maupun kota-kota lainnya di KSA terkesan memiliki karakter yang keras, namun mereka memiliki hati yang lembut apabila berhadapan dengan orang tua atau anak-anak. Beberapa kali kami mendapat kemudahan dalam suatu urusan apabila mereka melihat si kecil yang kami bawa serta. “Habibi…habibi…” biasanya mereka mengelus kepala si kecil dengan penuh sayang. Demikian pula halnya dengan orang tua. Penghormatan terhadap orang tua begitu tingginya. Pernah suatu kali saat kami sedang berjalan kaki bersama ibu mertua yang kebetulan bertandang, suami dihampiri oleh warga Saudi yang membawa mobil. Apa pasal? Ternyata ia menawarkan kami untuk ikut serta karena kasihan melihat Ibu yang berjalan kaki.

Walaupun dalam keseharian cukup tenang, hidup sebagai warga negara asing tidaklah mudah. Hal yang terutama menjadi perhatian adalah masalah keamanan. Kabar atau cerita yang beredar tentang penculikan atau pelecehan terhadap wanita sering terdengar. Oleh karena itu, untuk amannya biasanya para ibu-ibu selalu pergi bersama suami atau bersama rombongan ibu-ibu yang lain dengan membawa anak-anak sehingga  bisa saling  mengawasi. Untuk keamanan, pergi kemanapun apabila keluar rumah ada satu hal yang tidak boleh dilupakan yaitu iqamah (semacam kartu identitas atau KITAS). Iqamah ini ibarat nyawa kedua bagi warga negara asing yang bermukim di kota-kota di Arab Saudi termasuk di Madinah. Apabila kebetulan lupa membawa, kemudian ada razia… wah… siap-siap saja berurusan dengan polisi Saudi. (Bersambung)


http://www.kompasiana.com/weetta


Artikel Terkait:

No comments:

Post a Comment